KISAH SAUDAGAR KAYA




suatu hari, seorang seorang saudagar yang mempunyai harta yang banyak. Beliau mempunyai seorang anak yang tampan.
Suatu hari ketika sedang berjalan-jalan ke pasar bersama anaknya, beliau mendapati anaknya hilang. Beliau pun panik mencari-cari anaknya. Namun tak kunjung bertemu. Beliau pun berteriak-teriak dipasar,
"Bagi yang menemukan anakku, akan kuberi hadiah sebesar (saia lupa nilai uangnya, tapi anggaplah 1000 emas saja ya). Jika dia diculik, maka penculik tak kubawa ke pengadilan."
si penculik mendengar saudagar itu berteriak, dan berpikir,
"wah, lumayan juga uangnya. Tapi kalau kutahan sehari saja, mungkin sang saudagar tersebut akan menaikkan uang tebusannya. Mungkin 2000 emas atau lebih. Bisa untung besar saya"
benar saja, esoknya sang saudagar menaikkan tawaran menjadi 1500. Penculikpun makin menunggu agar tawarannya bisa mencapai setidaknya 2000 keping emas. Esoknya pun saudagar itu menaikkan tawaran menjadi 2000. Yah, besok saja, sepertinya 2500 keping nilai yang bagus untuk anak seorang saudagar, pikir penculik. Penculikpun kembali ke tempat persembunyiannya. Ia pun memberi makan sang anak. Awalnya anak tersebut tak mau diberi makan, mungkin karena kelaparan, akhirnya hari ini anak tersebut makan dengan lahapnya.
Tapi anehnya, keesokan harinya saudagar menurunkan tawarannya.
"Bagi yang menemukan anakku, akan kuberi uang 500 keping emas dan jika dia diculik, penculik tak kubawa pengadilan"
Si penculik pun kebingungan. Kok malah berkurang. Dia pun berpikir ini pasti cm akal2an dari saudagar tersebut. Mungkin jika ditahan beberapa hari lagi, saudagar tersebut akan panik dan kembali memperbesar penawarannya.
Si penculik pun kembali ke tempat persembunyiannya dan tak lupa ia memberi lagi makan anak tersebut sebagai gentong emasnya.
Setiap harinya saudagar terus kembali ke pasar dan meneriakkan penawaran mengenai anaknya. Namun terus saja berkurang. 250 keping, 120 keping, 60 keping, 30 keping. Pencuri itu pun makin panik. Apa saudagar ini tak mencintai anaknya, pikirnya. Akhirnya pada hari kesepuluh anaknya hanya dihargai 7 keping emas. Ia pun pasrah dan menyerahkan anak hasil sanderaannya tersebut ke sang saudagar. Ia pun diberi 7 keping emas oleh saudagar. Timbul pertanyaan olehnya kepada saudagar,
"wahai saudagar, setiap harinya engkau selalu mengajukan tawaran atas anakmu yang hilang. Namun mengapa tawaran setiap harinya berkurang. Apa engkau tidak sayang dengan putramu satu-satunya ini?"
"Wahai tuan penculik. Aku saudah tahu bahwa anakku diculik dan aku tahu engkau menculiknya. Tapi sesuai janjiku, tak kubawa engkau ke pengadilan"
Penculik itupun tertunduk malu
"begini, engkau menculiknya. Pastinya pada hari pertama anakku tak mau makan pemberian darimu. Tentu saja saat itu kuhargai 1000. Pada hari kedua, dengan keteguhan hatinya, ia pun masih menolak makanan darimu. Itu kuhargai 1500. Hari ketiga dengan perut yang lapar, anakku masih tidak mau makan. Aku sangat mengagumi ketekatan hatinya., Tentu saja itu bernilai 200 keping emas. Namun pada hari keempat, dia pasti mau makan makanan darimu. Karena itu aku hanya menghargainya 500 keping emas. begitu juga hari-hari berikutnya. Pada hari ini kulihat anakku sehat segar bugar, itu sama saja dia dengan 7 keping emas."

BANGUNLAH JEMBATAN BUKAN TEMBOK




Alkisah ada dua orang kakak beradik yang hidup di sebuah desa. Entah karena apa mereka terjebak ke dalam suatu pertengkaran serius. Dan ini adalah kali pertama mereka bertengkar demikian hebatnya. Padahal selama 40 tahun mereka hidup rukun berdampingan. Saling meminjamkan peralatan pertanian. Dan bahu membahu dalam usaha perdagangan tanpa mengalami hambatan. Namun kerjasama yang akrab itu kini retak.

Dimulai dari kesalahpahaman yang sepele saja. Kemudian berubah menjadi perbedaan pendapat yang besar. Dan akhirnya meledak dalam bentuk caci-maki. Beberapa minggu sudah berlalu, mereka saling berdiam diri tak bertegur-sapa. Suatu pagi, datanglah seseorang mengetuk pintu rumah sang kakak. Di depan pintu berdiri seorang pria membawa kotak perkakas tukang kayu. Maaf tuan, sebenarnya saya sedang mencari pekerjaan,? kata pria itu dengan ramah.. ? Barangkali tuan berkenan memberikan beberapa pekerjaan untuk saya selesaikan.? Oh ya !? jawab sang kakak. Saya punya sebuah pekerjaan untukmu.? Kau lihat ladang pertanian di seberang sungai sana. Itu adalah rumah tetanggaku, ah sebetulnya ia adalah adikku.

Minggu lalu ia mengeruk bendungan dengan bulldozer lalu mengalirkan Airnya ke tengah padang rumput itu sehingga menjadi sungai yang memisahkan tanah kami. Hmm, barangkali ia melakukan itu untuk mengejekku, Tapi aku akan membalasnya lebih setimpal. Di situ ada gundukan kayu. Aku ingin kau membuat pagar setinggi 10 meter untukku sehingga aku tidak perlu lagi melihat rumahnya. Pokoknya, aku ingin melupakannya. Kata tukang kayu, Saya mengerti. Belikan saya paku dan peralatan. Akan saya kerjakan sesuatu yang bisa membuat tuan merasa senang.? Kemudian sang kakak pergi ke kota untuk berbelanja berbagai Kebutuhan dan menyiapkannya untuk si tukang kayu.

Setelah itu ia meninggalkan tukang kayu bekerja sendirian. Sepanjang hari tukang kayu bekerja keras, mengukur, menggergaji dan memaku. Di sore hari, ketika sang kakak petani itu kembali, tukang kayu itu baru Saja menyelesaikan pekerjaannya. Betapa terbelalaknya ia begitu melihat hasil pekerjaan tukang kayu itu. Sama sekali tidak ada pagar kayu sebagaimana yang dimintanya.

Namun, yang ada adalah jembatan melintasi sungai yang menghubungkan ladang pertaniannya dengan ladang pertanian adiknya. Jembatan itu begitu indah dengan undak-undakan yang tertata rapi.

Dari seberang sana, terlihat sang adik bergegas berjalan menaiki jembatan itu dengan kedua tangannya terbuka lebar.
Kakakku, kau sungguh baik hati mau membuatkan jembatan ini..
Padahal sikap dan ucapanku telah menyakiti hatimu. Maafkan aku? kata sang adik pada kakak nya. Dua bersaudara itu pun bertemu di tengah-tengah jembatan, saling berjabat tangan dan berpelukan. Melihat itu, tukang kayu pun membenahi perkakasnya dan bersiap-siap untuk pergi.
Hai, jangan pergi dulu. Tinggallah beberapa hari lagi. Kami mempunyai banyak pekerjaan untukmu,pinta sang kakak.

Sesungguhnya saya ingin sekali tinggal di sini, kata tukang kayu, tapi masih banyak jembatan lain yang harus saya selesaikan.

Sadarkah kita bahwa,
Kita dilahirkan dengan dua mata di depan, karena seharusnya kita melihat yang ada di depan?

Kita lahir dengan dua telinga, satu kiri dan satu di kanan sehingga kita dapat mendengar dari dua sisi dan dua arah. Menangkap pujian maupun kritikan, Dan mendengar mana yang salah dan mana yang benar.

Kita dilahirkan dengan otak tersembunyi di kepala, sehingga bagaimanapun miskinnya kita, kita tetap kaya. Karena tak seorang pun dapat mencuri isi otak kita. Yang lebih berharga dari segala permata yang ada.

Kita dilahirkan dengan dua mata, dua telinga, namun cukup dengan satu mulut. Karena mulut tadi adalah senjata yang tajam , Yang dapat melukai, memfitnah, bahkan membunuh. Lebih baik sedikit bicara, tapi banyak mendengar dan melihat.

Kita dilahirkan dengan satu hati, yang mengingatkan kita. Untuk menghargai dan memberikan cinta kasih dari dalam lubuk hati.

Belajar untuk mencintai dan menikmati untuk dicintai, tetapi Jangan pernah mengharapkan orang lain mencintai anda dengan cara dan sebanyak yang sudah anda berikan.

Berikanlah cinta tanpa mengharapkan balasan, maka anda akan menemukan bahwa hidup ini terasa menjadi lebih indah.

Seperti Layang Layang



Pernahkah Anda bertanya-tanya, mengapa layang-layang bisa terbang?

Karena ada angin dan ia berani melawan angin itu! Ya, angin membawa layang-layang naik hingga tinggi ke awan. Dan hanya dengan berani melawan angin, maka layang-layang itu bisa terus terbang dengan terarah. Layang-layang yang mengikuti arah angin adalah layang-layang yang putus, dan akan jatuh.

Kadang kita begitu takut saat angin pencobaan datang menerpa. Kalau boleh meminta, kita tidak berharap mengalami masalah, kesulitan, dan tekanan hidup. Sebaliknya, kita ingin jalan kita lurus dan mulus.

Bila hidup dihadapkan pada situasi atau keadaan yang sangat menakutkan, tak ada jalan lain kecuali harus memilih. Apakah kita akan seperti layang-layang yang berani melawan angin, atau mengikuti arus angin saja? Memang yang kedua lebih mudah. Ya, lebih mudah bagi kita untuk menyerah dalam situasi sulit..

Janganlah takut jika hari ini angin yang sepoi-sepoi tiba-tiba menjadi badai. Tetaplah kuat di dalam Tuhan dan yakinlah bahwa bersama Tuhan kita akan cakap menanggung segala perkara. Bahkan kita akan mengalami perkara-perkara yang luar biasa bersama Tuhan. Jangan buru-buru menyalahkan angin besar yang menerpa layang-layang kehidupan kita, sebab kita justru akan segera melihat awan, langit indah, dan pemandangan menakjubkan..

ANGIN TIDAK PERNAH MENJADI MUSUH LAYANG-LAYANG, ANGIN SELALU MENJADI SAHABAT TERBAIK LAYANG-LAYANG.

Cukup Itu Berapa...?



Alkisah, seorang petani menemukan sebuah mata air ajaib.
Mata air itu bisa mengeluarkan kepingan uang emas yang tak terhingga banyaknya. Mata air itu bisa membuat si petani menjadi kaya raya seberapapun yang diinginkannya, sebab kucuran uang emas itu baru akan berhenti bila si petani mengucapkan kata "cukup".

Seketika si petani terperangah melihat kepingan uang emas
berjatuhan di depan hidungnya. Diambilnya beberapa ember
untuk menampung uang kaget itu. Setelah semuanya penuh,
dibawanya ke gubug mungilnya untuk disimpan disana.
Kucuran uang terus mengalir sementara si petani mengisi
semua karungnya, seluruh tempayannya, bahkan mengisi penuh
rumahnya. Masih kurang! Dia menggali sebuah lubang besar
untuk menimbun emasnya. Belum cukup, dia membiarkan
mata air itu terus mengalir hingga akhirnya petani itu mati
tertimbun bersama ketamakannya karena dia tak pernah
bisa berkata cukup.

Kata yang paling sulit diucapkan oleh manusia barangkali
adalah kata "cukup". Kapankah kita bisa berkata cukup?
Hampir semua pegawai merasa gajinya belum bisa dikatakan
sepadan dengan kerja kerasnya.
Pengusaha hampir selalu merasa pendapatan perusahaannya
masih dibawah target.
Istri mengeluh suaminya kurang perhatian.
Suami berpendapat istrinya kurang pengertian.
Anak-anak menganggap orang tuanya kurang murah hati.
Semua merasa kurang dan kurang.
Kapankah kita bisa berkata cukup?

Cukup bukanlah soal berapa jumlahnya.
Cukup adalah persoalan kepuasan hati.
Cukup hanya bisa diucapkan oleh orang yang bisa mensyukuri.
Tak perlu takut berkata cukup.
Mengucapkan kata cukup bukan berarti kita berhenti
berusaha dan berkarya.
"Cukup" jangan diartikan sebagai kondisi stagnasi, mandeg
dan berpuas diri. Mengucapkan kata cukup membuat kita
melihat apa yang telah kita terima, bukan apa yang belum
kita dapatkan.
Jangan biarkan kerakusan manusia membuat kita sulit
berkata cukup.
Belajarlah mencukupkan diri dengan apa yang ada pada diri
kita hari ini, maka kita akan menjadi manusia yang berbahagia.

Belajarlah untuk berkata "Cukup"

PIANO



Seorang ayah yang memiliki putra yang berusia kurang lebih 5 tahun,

memasukkan putranya tersebut ke sekolah musik untuk belajar piano. Ia rindu melihat anaknya kelak

menjadi pianis yang terkenal.

Selang beberapa waktu kemudian, di kota tersebut datang seorang pianis yang sangat terkenal. Karena

ketenarannya, dalam waktu singkat tiket konser telah terjual habis. Sang ayah membeli 2 tiket

pertunjukan, untuk dirinya dan anaknya.

Pada hari pertunjukan, satu jam sebelum konser dimulai, kursi telah terisi penuh. Sang ayah duduk dan

putranya tepat berada disampingnya. Seperti layaknya seorang anak kecil, anak itupun tidak betah

duduk diam terlalu lama, tanpa sepengetahuan ayahnya, ia menyelinap pergi.

Ketika lampu gedung mulai diredupkan, sang ayah terkejut menyadari bahwa putranya tidak ada

disampingnya. Ia lebih terkejut lagi ketika melihat anaknya berada dekat panggung pertunjukan, dan

sedang berjalan menghampiri piano yang akan dimainkan pianis terdebut.

Didorong oleh rasa ingin tahu, tanpa takut anak tersebut duduk di depan piano dan mulai memainkan

sebuah lagu, lagu yang sederhana, twinkle – twinkle little star.

Operator lampu sorot, yang terkejut mendengar adanya suara piano mengira bahwa konser telah dimulai

tanpa aba – aba terlebih dahulu, dan ia langsung menyorotkan lampunya ke tengah panggung. Seluruh

penonton terkejut melihat yang berada panggung bukan sang pianis, tapi hanyalah seorang anak kecil.

Sang pianis pun terkejut dan bergegas naik ke panggung. Melihat anak tersebut, sang pianos tidak

menjadi marah, ia tersenyum dan berkata “Teruslah bermain” dan sang anak yang mendapat ijin,

meneruskan permainannya.

Sang pianis lalu duduk di samping anak itu dan mulai bermain mengimbangi permainan anak itu, ia

mengisi semua kelemahan permainan anak itu dan akhirnya tercipta suatu komposisi permainan yang

sangat indah. Bahkan mereka seakan menyatu dalam permainan piano tersebut.

Ketika mereka berdua selesai, seluruh penonton menyambut dengan meriah, karangan bunga dilemparkan ke

tengah panggung. Sang anak jadi besar kepala, pikirnya “Gila gue, baru belajar piano sebulan saja

sudah hebat !”. Ia lupa bahwa yang disoraki oleh penonton adalah sang pianis yang duduk di

sebelahnya, mengisi semua kekurangannya dan menjadikan permainannya sempurna.

Apa implikasinya dalam hidup kita?

Kadang kita bangga akan segala rencana hebat yang kita buat, perbuatan – perbuatan besar yang telah

berhasil kita lakukan. Tapi kita lupa bahwa semua itu terjadi karena Tuhan ada di samping kita. Kita

adalah anak kecil tadi, tanpa ada Tuhan di samping kita, semua yang kita lakukan akan sia – sia. Tapi

bila Tuhan ada disamping kita, sesederhana apapun hal yang kita lakukan hal itu akan menjadi hebat

dan baik, bukan saja buat diri kita sendiri tapi juga baik bagi orang di sekitar kita. Semoga kita

tidak pernah lupa bahwa ada Tuhan di samping kita.

-CK-

Kualitas Kehidupan




Dalam sebuah acara reuni, beberapa alumni menjumpai guru sekolah mereka dulu. Melihat para alumni tersebut ramai-ramai membicarakan kesuksesan mereka, guru tersebut segera ke dapur dan mengambil seteko kopi panas dan beberapa cangkir kopi yang berbeda-beda. Mulai dari cangkir yang terbuat dari kristal, kaca, melamin dan plastik. Guru tersebut menyuruh para alumni untuk mengambil cangkir dan mengisinya dengan kopi.

Setelah masing-masing alumni sudah mengisi cangkirnya dengan kopi, guru berkata, “Perhatikanlah bahwa kalian semua memilih cangkir yang bagus dan kini yang tersisa hanyalah cangkir yang murah dan tidak menarik. Memilih hal yang terbaik adalah wajar dan manusiawi. Namun persoalannya, ketika kalian tidak mendapatkan cangkir yang bagus perasaan kalian mulai terganggu.

Kalian secara otomatis melihat cangkir yang dipegang orang lain dan mulai membandingkannya. Pikiran kalian terfokus pada cangkir, padahal yang kalian nikmati bukanlah cangkirnya melainkan kopinya.

“Hidup kita seperti kopi dalam analogi tersebut di atas, sedangkan cangkirnya adalah pekerjaan, jabatan, dan harta benda yang kita miliki.

Pesan moralnya, jangan pernah membiarkan cangkir mempengaruhi kopi yang kita nikmati. Cangkir bukanlah yang utama, kualitas kopi itulah yang terpenting.Jangan berpikir bahwa kekayaan yang melimpah, karier yang bagus dan pekerjaan yang mapan merupakan jaminan kebahagian. Itu konsep yang sangat keliru. Kualitas hidup kita ditentukan oleh “Apa yang ada di dalam” bukan “Apa yang kelihatan dari luar”.

Apa gunanya kita memiliki segalanya, namun kita tidak pernah merasakan damai, sukacita, dan kebahagian di dalam kehidupan kita? Itu sangat menyedihkan, karena itu sama seperti kita menikmati kopi basi yang disajikan di sebuah cangkir kristal yang mewah dan mahal.

“Kunci menikmati kopi bukanlah seberapa bagus cangkirnya, tetapi seberapa bagus kualitas kopinya.”

“Selamat menikmati secangkir kopi…kehidupan”

3 Kaleng Coca Cola




Ada 3 kaleng coke. Ketiga kaleng tersebut diproduksi di pabrik yang sama di sebuah daerah Jawa Timur. Ketika tiba harinya (untuk didistribusikan), sebuah truk datang ke pabrik, mengangkut kaleng-kaleng coke tersebut dan menuju ke tempat yang berbeda untuk dijual.

Pemberhentian Pertama:

Sebuah mini market lokal. Kaleng pertama diturunkan di sini. Lalu, dipajang di rak bersama dengan kaleng minuman ringan lainnya. Ia diberi harga Rp. 4.000,-

Pemberhentian Kedua:

Sebuah pusat perbelenjaan besar. Di sana, kaleng kedua diturunkan. Kaleng tersebut ditempatkan di dalam kulkas supaya dingin dan dijual dengan harga Rp. 7.500,-

Pemberhentian Terakhir:

Hotel bintang 5 yang sangat mewah. Kaleng ketiga diturunkan di sana. Tapi, ia tidak ditempatkan di rak atau dalam kulkas. Ia disimpan baik-baik, dan hanya akan dikeluarkan jika ada pesanan dari pelanggan. Dan ketika ada yg memesan, kaleng ini dikeluarkan bersama dengan gelas kristal berisi batu es. Kemudian, ia disajikan dengan rapi di atas baki. Pelayan hotel akan membuka kaleng coke itu, menuangkannya ke dalam gelas, dan dengan sopan menyajikannya ke pelanggan. Harganya Rp. 40.000,-

Sekarang, pertanyaannya adalah: "Mengapa ketiga kaleng minuman ringan tersebut memiliki harga yang berbeda padahal diproduksi dari pabrik yang sama, diantar dengan truk yang sama dan bahkan mereka memiliki rasa yang sama?"

Lingkungan kita mencerminkan harga kita. Lingkungan berbicara tentang RELATIONSHIP. Apabila kita berada di lingkungan yang bisa mengeluarkan potensi/ hal terbaik dari kita, maka kita akan menjadi cemerlang. Tapi bila kita berada di lingkungan yang mengerdilkan kita, maka kita juga akan menjadi kerdil.

Kesimpulan:

Lingkungan memang sangat berpengaruh dalam membentuk pribadi seseorang. Jika kita "terjebak"/berada di lingkungan yang tidak kondusif, jangan mengeluh! Tetap semangat, dan berusaha menjadi diri sendiri untuk memacu potensi terbaik yang ada di dalam diri kita. Salam sukses LUAR BIASA!!!

Menggapai Kebahagiaan



Suatu ketika, di tepian telaga kelihatan seorang pemuda

sedang duduk termenung. Tatapan matanya kosong,

menatap hamparan air di depannya. Seluruh penjuru

mata angin telah di laluinya, namun tidak ada satupun titik yang

membuatnya puas. Kekosongan makin senyap, sampai ada suara

yang menyapanya.

“Sedang apa kau di sini wahai anak muda?” tanya seseorang.

Rupanya ada seorang lelaki tua.

“Apa yang kau risaukan..?”

Anak muda itu menoleh ke samping, “Aku lelah Pak Tua. Telah

berbatu-batu jarak yang ku tempuh untuk mencari kebahagiaan,

namun tak juga ku temukan rasa itu dalam diriku. Aku telah

berlari melalui gunung dan lembah, tapi tidak ada tanda

kebahagiaan yang hadir dalam diriku. Kemanakah aku harus

mencarinya? Bilakah akan ku temukan rasa itu?”

Lelaki tua itu duduk semakin dekat, mendengarkan dengan

penuh perhatian. Dipandangnya wajah lelah di depannya. Lalu,

dia mulai berkata, “Di depan sana, ada sebuah taman. Jika kamu

ingin jawaban dari pertanyaanmu, tangkaplah seekor kupu-kupu

buatku.”

Mereka berpandangan.

“Ya... tangkaplah seekor kupu-kupu buatku dengan tanganmu,”

Pak Tua mengulangi kalimatnya lagi.

Perlahan.... pemuda itu bangkit. Langkahnya menuju satu arah,

taman. Tidak berapa lama, ditemuinya taman itu. Taman yang

semarak dengan pohon dan bunga-bunga yang sedang mekar.

Maka tidak heranlah, banyak kupu-kupu yang berterbangan di

sana. Dari kejauhan Pak Tua melihat, memperhatikan tingkah

yang diperbuat pemuda yang sedang gelisah itu.

Anak muda itu mulai bergerak. Dengan mengendap-ngendap,

ditujunya sebuah sasaran. Perlahan. Namun, Hap! sasaran itu

luput. Di kejarnya kupu-kupu itu ke arah lain. Dia tidak ingin

kehilangan buruan. Namun lagi-lagi. Hap!. Dia gagal. Dia mulai

berlari tak beraturan.

Diterjangnya sana-sini. Dirempohnya rerumputan dan tanaman

untuk mendapatkan kupu-kupu itu. Diterobosnya semak dan

perdu di sana. Gerakannya semakin liar.

Adegan itu terus berlangsung, namun belum ada satu kupukupu

yang dapat ditangkap. Si pemuda mulai kelelahan.

Nafasnya semakin kencang, dadanya bergerak naik-turun

dengan cepat. Sampai akhirnya ada teriakan, “Hentikan dulu

anak muda. Istirahatlah.”

Tampak Pak Tua yang berjalan perlahan. Ada sekumpulan kupukupu

yang berterbangan di sisi kanan dan kiri Pak Tua. Mereka

terbang berkeliling, sesekali hinggap di tubuh tua itu.

“Begitukah caramu mengejar kebahagiaan? Berlari dan

menerjang? Merempoh-rempoh tak tentu arah, menerobos

tanpa peduli apa yang kau rusak?” Pak Tua menatap pemuda

itu.

“Nak, mencari kebahagiaan itu seperti menangkap kupu-kupu.

Semakin kau terjang, semakin ia akan menghindar. Semakin kau

buru, semakin pula ia pergi dari dirimu.”

“Namun, tangkaplah kupu-kupu itu dalam hatimu. Kerana

kebahagiaan itu bukan benda yang dapat kau genggam, atau

sesuatu yang dapat kau simpan. Carilah kebahagiaan itu dalam

hatimu. Telusuri rasa itu dalam kalbumu. Ia tak akan lari kemanamana.

Bahkan, tanpa kau sadari kebahagiaan itu sering datang

sendiri.”

Pak Tua mengangkat tangannya. Hap, tiba-tiba, tampak seekor

kupu- kupu yang hinggap di hujung jari. Terlihat kepak-kepak

sayap kupu- kupu itu, memancarkan keindahan ciptaan Tuhan.

Pesonanya begitu mengkagumkan, kelopak sayap yang

mengalun perlahan, layaknya kebahagiaan yang hadir dalam

hati. Warnanya begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka

yang mampu menyelaminya.

……………………….

PENGAJARAN CERITA INI:

Mencari kebahagiaan adalah layaknya menangkap kupu-kupu.

Sulit, bagi mereka yang terlalu bernafsu, namun mudah, bagi

mereka yang tahu apa yang mereka cari. Kita mungkin dapat

mencarinya dengan menerjang sana-sini, merempoh sana-sini,

atau menerobos sana-sini untuk mendapatkannya. Kita dapat

saja mengejarnya dengan berlari kencang, ke seluruh penjuru

arah. Kita pun dapat meraihnya dengan bernafsu, seperti

menangkap buruan yang dapat kita santap setelah

mendapatkannya.

Namun kita belajar. Kita belajar bahawa kebahagiaan tidak boleh

di dapat dengan cara-cara seperti itu. Kita belajar bahwa bahagia

bukanlah sesuatu yang dapat di genggam atau benda yang

dapat disimpan. Bahagia adalah udara, dan kebahagiaan adalah

aroma dari udara itu. Kita belajar bahawa bahagia itu memang

ada dalam hati. Semakin kita mengejarnya, semakin pula

kebahagiaan itu akan pergi dari kita. Semakin kita berusaha

meraihnya, semakin pula kebahagiaan itu akan menjauh.

Cobalah temukan kebahagiaan itu dalam hatimu. Biarkanlah rasa

itu menetap, dan abadi dalam hati kita. Temukanlah

kebahagiaan itu dalam setiap langkah yang kita lakukan. Dalam

bekerja, dalam belajar, dalam menjalani hidup kita. Dalam

sedih, dalam gembira, dalam sunyi dan dalam riuh. Temukanlah

bahagia itu, dengan perlahan, dalam tenang, dalam ketulusan

hati kita.

Saya percaya, bahagia itu ada dimana-mana. Rasa itu ada di

sekitar kita. Bahkan mungkin, bahagia itu “hinggap” di hati kita,

namun kita tidak pernah memperdulikannya. Mungkin juga,

bahagia itu berterbangan di sekeliling kita, namun kita terlalu

acuh untuk menikmatinya.

My Status

Change The World

Mengenai Saya

Foto saya
Jepara, jawa Tengah, Indonesia
Becik Ketitik Olo Ketoro

Tunggal Guru