Angka 0 dan angka 1



Cobalah sebutkan angka terbesar yang kita ketahui, dan

kalikanlah dengan angka Nol, kita akan mendapatkan

hasil selalu Nol.

Cobalah sebutkan angka terkecil yang kita ketahui, dan bagilah

dengan angka Nol, kita akan mendapatkan hasil tidak terhingga.

Sedang angka 1, berapapun angka yang kita sebutkan, dibagi

ataupun dikali hasilnya selalu sama dengan bilangan itu sendiri.

Angka Nol adalah representasi dari KEIKHLASAN. KEIKHLASAN

selalu membawa/ membuahkan KEBERKAHAN.

Angka Satu adalah representasi kebalikan dari KEIKHLASAN. Dan

KETIDAK IKHLASAN tidak pernah membawa keberkahan.

Manusia dengan kehidupannya, pada awalnya dan masa kanakkanaknya

berada pada posisi angka Nol. Semakin dewasa,

dengan segala pengalaman hidupnya dia akan bergerak naik

turun ke arah 1 atau ke arah 0.

Orang yang mengikuti hawa nafsunya, akan semakin mendekati

ke angka 1. Pada saat mencapai angka 1, dia akan menuhankan

dirinya. Dia akan merasa bahwa dunia sudah digenggamnya

dan itu atas usaha dan jerih payahnya. Tampak sekali

kesombongan selalu muncul dari tingkah lakunya.

Orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya, dia akan

bergerak ke arah Nol, menuju ke fitrahnya kembali. Orang

seperti ini selalu rendah hati (bukan rendah diri), selalu tawadlu,

berserah diri dan bertawakal, baik pada saat diberi kelebihan

maupun kekurangan.

Dari sisi rizki, orang yang berada pada angka 1, apabila misalnya

mendapatkan rizki Rp. 1.000.000,-, maka itulah uang yang

diperolehnya, tidak lebih dan tidak kurang. Nilai keberkahannya

adalah 1 juta rupiah dibagi 1 sama dengan 1 juta rupiah.

Orang yang berada pada angka 0, apabila misalnya

mendapatkan rizki Rp. 1.000.000,-, maka nilai keberkahannya

adalah tak terhingga. Berapapun rizki yang diperoleh, dia

mendapatkan rizki yang berkah tidak terhingga. Orang dengan

angka Nol ini derajat keikhlasannya sudah tertinggi, sehingga

berapapun yang diperoleh, selalu dapat mencukupi dirinya,

bahkan mampu menolong orang lain.

Orang dengan angka 0 hanya terdapat pada para Nabi.

Semakin ikhlas seseorang, semakin mendekat ke arah 0.

Misalnya 0.2, maka nilai keberkahannya adalah 1 Juta dibagi 0.2

= Rp 5.000.000,-

Sebaliknya, pada saat orang mendapatkan halangan dan

cobaan. Orang-orang yang ikhlas, yang memiliki angka 0,

berapapun bilangan halangan dan cobaannya, dikalikan dengan

0 akan sama dengan 0. Dia tidak pernah merasakan beban

apapun terhadap halangan dan cobaan yang menimpanya.

Sedangkan pada orang yang berbilangan 1, dia akan merasakan

sakit, stress dan bahkan sakit jiwa atau berputus asa, karena dia

selalu merasakan gejolak jiwa sesuai dengan besar dan kecilnya

cobaan.

Itulah keikhlasan yang terkait dengan keberkahan. Keikhlasan

adalah dari hati, dan hanya hati kita sendiri dan Allah saja yang

mengetahui.

Ya Tuhan Engkau Di mana



Ada seorang laki - laki yang tinggal di dekat sebuah

sungai. Bulan - bulan musim penghujan sudah dimulai.

Hampir tidak ada hari tanpa hujan baik hujan rintik-rintik

maupun hujan lebat.

Pada suatu hari terjadi bencana di daerah tersebut. Karena hujan

turun deras agak berkepanjangan, permukaan sungai semakin

lama semakin naik, dan akhirnya terjadilah banjir.

Saat itu banjir sudah sampai ketinggian lutut orang dewasa.

Daerah tersebut pelan-pelan mulai terisolir. Orang - orang sudah

banyak yang mulai mengungsi dari daerah tersebut, takut kalau

permukaan air semakin tinggi.

Lain dengan orang-orang yang sudah mulai ribut mengungsi,

lelaki tersebut tampak tenang tinggal di rumah. Akhirnya

datanglah truk penyelamat berhenti di depan rumah lelaki

tersebut.

“Pak, cepat masuk ikut truk ini, nggak lama lagi banjir semakin

tinggi”, teriak salah satu regu penolong ke lelaki tersebut.

Si lelaki menjawab: “Tidak, terima kasih, anda terus saja

menolong yang lain. Saya pasti akan diselamatkan Tuhan. Saya

ini kan sangat rajin berdoa.”

Setelah beberapa kali membujuk tidak berhasil, akhirnya truk

tersebut melanjutkan perjalanan untuk menolong yang lain.

Permukaan air semakin tinggi. Ketinggian mulai mencapai 1.5

meter. Lelaki tersebut masih di rumah, duduk di atas almari.

Datanglah regu penolong dengan membawa perahu karet dan

berhenti di depan rumah lelaki tersebut.

“Pak, cepat kesini, naik perahu ini. Keadaan semakin tidak

terkendali. Kemungkinan air akan semakin meninggi.

Lagi-lagi laki-laki tersebut berkata: “ Terima kasih, tidak usah

menolong saya, saya orang yang beriman, saya yakin Tuhan akan

selamatkan saya dari keadaan ini.

Perahu dan regu penolongpun pergi tanpa dapat membawa

lelaki tersebut.

Perkiraan banjir semakin besar ternyata menjadi kenyatan.

Ketinggian air sudah sedemikian tinggi sehingga air sudah

hampir menenggelamkan rumah-rumah disitu. Lelaki itu

nampak di atas wuwungan rumahnya sambil terus berdoa.

Datanglah sebuah helikopter dan regu penolong. Regu

penolong melihat ada seorang laki-laki duduk di wuwungan

rumahnya. Mereka melempar tangga tali dari pesawat. Dari atas

terdengar suara dari megaphone: “ Pak, cepat pegang tali itu

dan naiklah kesini. “, tetapi lagi-lagi laki-laki tersebut menjawab

dengan berteriak: “Terima kasih, tapi anda tidak usah menolong

saya. Saya orang yang beriman dan rajin berdoa. Tuhan pasti

akan menyelamatkan saya”.

Ketinggian banjir semakin lama semakin naik, dan akhirnya

seluruh rumah di daerah tersebut sudah terendam seluruhnya.

Bagaimana nasib lelaki tersebut?

Lelaki tersebut akhirnya mati tenggelam.

Di akhirat dia dihadapkan pada Tuhan. Lelaki ini kemudian mulai

berbicara bernada protes: “Ya Tuhan, aku selalu berdoa padamu,

selalu ingat padamu, tapi kenapa aku tidak engkau selamatkan

dari banjir itu?”

Tuhan menjawab dengan singkat: “Aku selalu mendengar doa-doamu,

untuk itulah aku telah mengirimkan truk, kemudian

perahu dan terakhir pesawat helikopter. Tetapi kenapa kamu

tidak ikut salah satupun?

...............

Sebuah cerita menarik. Demikian juga dalam kehidupan kita,

kita bekerja dan selalu melakukan doa kepada Tuhan Dan

tuhan sudah sering mengirimkan “truk”, “perahu”, dan “pesawat”

kepada kita, tapi kita tidak menyadarinya.

"Tuhan selalu menyediakan jalan bagi anak anakNya"

Nilai Diri Kita



Pada suatu ketika, di sebuah taman kecil ada seorang kakek. Di dekat kakek tersebut terdapat beberapa anak yang sedang asyik bermain pasir, membentuk lingkaran. Kakek itu lalu menghampiri mereka, dan berkata:

“Siapa diantara kalian yang mau uang Rp. 50.000!!” Semua anak itu terhenti bermain dan serempak mengacungkan tangan sambil memasang muka manis penuh senyum dan harap. Kakek lalu berkata, “Kakek akan memberikan uang ini, setelah kalian semua melihat ini dulu.”

Kakek tersebut lalu meremas-remas uang itu hingga lusuh. Di remasnya terus hingga beberapa saat. Ia lalu kembali bertanya “Siapa yang masih mau dengan uang ini lusuh ini?” Anak-anak itu tetap bersemangat mengacungkan tangan.

“Tapi,, kalau kakek injak bagaimana? “. Lalu, kakek itu menjatuhkan uang itu ke pasir dan menginjaknya dengan sepatu. Di pijak dan di tekannya dengan keras uang itu hingga kotor. Beberapa saat, Ia lalu mengambil kembali uang itu. Dan kakek kembali bertanya: “Siapa yang masih mau uang ini?”

Tetap saja. Anak-anak itu mengacungkan jari mereka. Bahkan hingga mengundang perhatian setiap orang. Kini hampir semua yang ada di taman itu mengacungkan tangan.

***

Sahabat, cerita diatas sangatlah sederhana. Namun kita dapat belajar sesuatu yang sangat berharga dari cerita itu. Apapun yang dilakukan oleh si Kakek, semua anak akan tetap menginginkan uang itu, Kenapa? karena tindakan kakek itu tak akan mengurangi nilai dari uang yang di hadiahkan. Uang itu tetap berharga Rp. 50.000

Sahabat, seringkali, dalam hidup ini, kita merasa lusuh, kotor, tertekan, tidak berarti, terinjak, tak kuasa atas apa yang terjadi pada sekeliling kita, atas segala keputusan yang telah kita ambil, kita merasa rapuh. Kita juga kerap mengeluh atas semua ujian yang di berikan-Nya. Kita seringkali merasa tak berguna, tak berharga di mata orang lain. Kita merasa di sepelekan, di acuhkan dan tak dipedulikan oleh keluarga, teman, bahkan oleh lingkungan kita.

Namun, percayalah, apapun yang terjadi, atau bakal terjadi, kita tak akan pernah kehilangan nilai kita di mata Tuhan. Bagi-Nya, lusuh, kotor, tertekan, ternoda, selalu ada saat untuk ampunan dan maaf.

Kita tetap tak ternilai di mata Tuhan.

Nilai dari diri kita, tidak timbul dari apa yang kita sandang, atau dari apa yang kita dapat. Nilai diri kita, akan dinilai dari akhlak dan perangai kita. Tingkah laku kita. seberapapun kita diinjak oleh ketidak adilan, kita akan tetap diperebutkan, kalau kita tetap konsisten menjaga sikap kita.

Sahabat, akhlak ialah bunga kehidupan kita. Merupakan seberapa bernilainya manusia. Dengan akhlak, rasa sayang dan senang akan selalu mengikuti kita, dan merupakan modal hidup.

Orang yang tidak mempunyai akhlak, meskipun ia berharta, tidak ada nilainya. Meskipun dia cantik, tapi jika sikapnya buruk dan tiada berakhlak, maka kecantikannya tiada berguna baginya. Begitu pula dengan orang yang berpangkat tinggi, tanpa akhlak, dia menjadi orang yang dibenci.

PILIHAN SULIT



Silahkan pilih orang yang terpenting dalam sepanjang
hidupmu.
Disaat menuju jam-jam istirahat kelas, dosen
mengatakan pada mahasiswa dan mahasiswinya:
“Mari kita buat satu permainan, mohon bantu saya sebentar.”
Kemudian salah satu mahasiswi berjalan menuju pelataran
papan tulis.
DOSEN: Silahkan tulis 20 nama yang paling dekat dengan anda,
pada papan tulis.
Dalam sekejap sudah di tuliskan semuanya oleh mahasiswi
tersebut. Ada nama tetangganya, teman kantornya, orang
terkasih dan lain-lain.
DOSEN: Sekarang silahkan coret satu nama diantaranya yang
menurut anda paling tidak penting !
Mahasiswi itu lalu mencoret satu nama, nama tetangganya.
DOSEN: Silahkan coret satu lagi!
Kemudian mahasiswi itu mencoret satu nama teman kantornya
lagi.
DOSEN: Silahkan coret satu lagi !
Mahasiswi itu mencoret lagi satu nama dari papan tulis dan
seterusnya.
Sampai pada akhirnya di atas papan tulis hanya tersisa tiga
nama, yaitu nama orang tuanya, suaminya dan nama anaknya.
Dalam kelas tiba-tiba terasa begitu sunyi tanpa suara, semua
Mahasiswa dan mahasiswi tertuju memandang ke arah dosen,
dalam pikiran mereka (para mahasiswa atau mahasiswi) mengira
sudah selesai tidak ada lagi yang harus dipilih oleh mahasiswi
itu.
Tiba-tiba dosen memecahkan keheningan dengan berkata,
“Silahkan coret satu lagi!”
Dengan pelahan-lahan mahasiswi itu melakukan suatu pilihan
yang amat sangat sulit. Dia kemudian mengambil kapur tulis,
mencoret nama orang tuanya.
DOSEN: Silahkan coret satu lagi!
Hatinya menjadi binggung. Kemudian ia mengangkat kapur
tulis tinggi-tinggi. Lambat laun menetapkan dan mencoret
nama anaknya. Dalam sekejap waktu, terdengar suara isak
tangis, sepertinya sangat sedih.
Setelah suasana tenang, Dosen lalu bertanya, “Orang terkasihmu
bukannya Orang tuamu dan Anakmu? Orang tua yang
membesarkan anda, anak adalah anda yang melahirkan, sedang
suami itu bisa dicari lagi. Tapi mengapa anda berbalik lebih
memilih suami sebagai orang yang paling sulit untuk
dipisahkan?
Semua teman sekelas mengarah padanya, menunggu apa yang
akan di jawabnya.
Setelah agak tenang, kemudian pelahan-lahan ia berkata,
“Sesuai waktu yang berlalu, orang tua akan pergi dan
meninggalkan saya, sedang anak jika sudah besar setelah itu
menikah bisa meninggalkan saya juga, yang benar-benar bisa
menemani saya dalam hidup ini hanyalah suami saya.”

SEBENARNYA, KEHIDUPAN BAGAIKAN BAWANG BOMBAI, JIKA
DIKUPAS SESIUNG DEMI SESIUNG, ADA KALANYA KITA DAPAT
DIBUAT MENANGIS

belajar rendah Hati



Suatu malam, seorang wanita sedang menunggu di terminal. Masih ada beberapa jam sebelum jadwal keberangkatannya tiba. Untuk membuang waktu, ia membeli buku dan sekantong kue di sebuah toko di terminal, lalu menemukan tempat duduk.

Sambil duduk, wanita tersebut memakan kue sambil membaca buku yang baru dibelinya. Dalam keasyikannya, ia melihat lelaki di sebelahnya dengan begitu berani mengambil satu atau dua kue yg berada diantara mereka berdua.

Wanita tersebut mencoba mengabaikan agar tidak terjadi keributan. Ia membaca, mengunyah kue dan melihat jam. Sementara si “Pencuri Kue” yang pemberani itu menghabiskan persediaannya.

Ia makin kesal sementara menit-menit berlalu. Wanita itupun sempat berpikir: (“Kalau aku bukan orang baik, tentu sudah kutonjok dia !”).

Setiap ia mengambil satu kue, si lelaki itu juga mengambil satu. Ia menghela napas lega saat BUS jurusannya tiba, dan ia segera mengumpulkan barang-barang miliknya dan menuju BUS.

Ia naik BUS dan duduk di kursinya, lalu mencari buku yang hampir selesai dibacanya. Saat ia merogoh tasnya, ia menahan napas karena kaget. Ternyata disitu ada kantong kuenya. Koq milikku ada di sini, jadi kue tadi adalah milik siapa. Milik lelaki itu?

Ah, terlambat sudah untuk meminta maaf; ia tersandar dan sedih. Bahwa sesungguhnya akulah yang salah, tak tahu terima kasih dan akulah sesungguhnya sang pencuri kue itu; bukan dia!

Dalam hidup ini, kisah pencuri kue seperti tadi seringkali terjadi. Kita sering berprasangka dan melihat orang lain dengan kacamata kita sendiri, dan tak jarang kita berprasangka buruk.

Orang lainlah yang selalu salah, orang lain yang patut disingkirkan, orang lain yang tak tahu diri, orang lain yang berdosa,
orang lain yang selalu bikin masalah.

Kita sering mengalami hal diatas, kita sering berpikir bahwa kita paling benar sendiri, kita paling suci, kita paling tinggi, kita paling pintar, dst.

Sejak detik ini, bisakah kita memulai untuk rendah hati?
Dan tidak lagi menjadi “pencuri kue” yang teriak “maling..!” kepada orang lain..!


By: CK.org

My Status

Change The World

Mengenai Saya

Foto saya
Jepara, jawa Tengah, Indonesia
Becik Ketitik Olo Ketoro

Tunggal Guru